Posted by PT. Solid Gold Berjangka on Rabu, 26 Oktober 2016
Lalu apa yang bisa dilakukan Kiaguss Ahmad badaruddin untuk membantu progra pengampunan pajak tersebut melalui lembaga yang ia pimpin sekarang, Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan soal tax amnesty PPATK akan bekerja sesuai aturan yang sudah ada.
Dalam kesempatan yang sama Muhammad Yusuf yang posisinya digantikan oleh Kiagus Ahmad badaruddin menyampaikan bahwa PPATK selama ia pimpin, juga sudah membantu peningkatakan pajak negara mmelalui kkordinasi dengan Ditjen Pajak Kemenkeu.
"Kalau dari tax amensty sendiri itu tidak bisa diperiksa, sesuai dengnan undang-undangnya. Tapi nanti kalau ada (indikasi) kejahatan yang terkait dengan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) dan tindak pidana asal, itu iya (Kami teusuri)," ujar Kiagus Ahmad badaruddin di kantor PPATK, Jakarat Pusat, Rabu (26/10/2016). Sejak 2011 lalu PPATK telah melakukan analissa terhadap 3.100 wajib pajak. Hasilnya analisis tersebut sudah ditindaklanjuti oleh Ditjen Pajak Kemenkeu dan hasilnya adalah hutang pajak sebear Rp 225,9 triliun.
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang baru, Kiagus Ahmad Badaruddin bisa menduduki posisinya yang sekarang salah satunya adalah karena rekomendasi mantan atasannya, Sri Mulyani. Kata dia sudah ada nota kesepahaman antara otoritas moneter dan keuangan di Indonesia termasuk PPATK dengan pihak perbankan yang menerima uang pengampunan pajak. PPATK juga akan bertindak atas dasar nota tersebut. Saat ini, sri Mulyani tengah disibukan oleh urusan tax amnesty.
Antara otoritas moneter dan keuangan dengan perbankan nota kesepahamannya antara lain pihak bank akan melaporkan ke lembaga terkait, bila ada transaksi yang dinilai mencurigakan dari peserta program pengampunan pajak tersebut. "Dukungan penuh PPATK daam setiap kebijakann pemerintah dilakukan dengann mengoptimalkan penerimaan negaraa dari sektor perpajakan,"ujarnya.
Santoso Akui Ada Duit SGD25000 Buat Hakim | PT. Solid Gold Berjangka Cabang Makassar
Mulanya, Santoso tak mau mengaku soal uang-uang buat hakim. Dia mengaku lupa, yang ia ingat hanya membicarakan putusan. Duit diberikan jika hakim memenangkan perkara perdata PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) pada PT Mitra Maju Sukses (MMS).
"Yang saya ingat saudara Ahmad Yani menemui saya membawa tulisan kecil. Ada tiga tulisan, SGD25 ribu, SGD3 ribu untuk Santoso, paling bawah berapa bagian saya?" beber Santoso, Rabu (26/10/2016).
"Sesudah Raoul Aditya Wiranatakusumah bertemu mejelis hakim di lantai empat yang saya ketahui ruangan Partahi dan Casmaya, hanya bercerita yang bersangkutan akan memberikan sejumlah uang untuk majelis hakim SGD25 ribu dan saya SGD3000 dan akan diberikan melalui saya. Atas hal tersebut, Partahi mengucapkan terima kasih," kata Jaksa.
Saat datang, Santoso diperlihatkan kertas kecil berisi tulisan. Dalam catatan kecil ada tulisan soal uang. Santoso juga sempat berbincang langsung dengan Casmaya. Kala itu, Santoso memberitahu ada uang SGD25 ribu buat hakim bila memenangkan perkara PT KTP.
Hal ini dibeberkan Santoso saat bersaksi buat terdakwa Raoul Aditya Wiranatakusumah dan Ahmad Yani di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Santoso mengaku pernah didatangi Ahmad Yani anak buah Raoul, pengacara PT KTP.
Raoul, kata Santoso, juga pernah memberitahu hal itu. Hal ini terungkap dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Santoso. Panitera Pengganti PN Jakarta Pusat Muhammad Santoso mengakui ada duit yang disiapkan buat hakim Partahi dan Casmaya sebesar SGD25.000.
"Waktu itu memang saya sampikan pada Casmaya untuk sidang saya sampaikan apa yang ada di BAP, seperti jawaban di BAP pak Casmaya bilang belum musyawarah, nanti saja tunggu musyawarah," kata Santoso. Tapi, ketika dicecar, Santoso mengaku juga "Ya benar," ujar Santoso.
Staf Legal Wiranatakusumah Akui Suap Panitera PN Jakpus | PT. Solid Gold Berjangka Cabang Makassar
Santoso lalu mencoba meyakinkan Raoul. Menurut dia, meski digugat lagi, PT Mitra Maju Sukses tidak akan bisa menang. Sebab, bukti yang disertakan adalah fotokopi semua. Santoso pun kembali menanyakan uang yang dijanjikan Raoul. "Saya sampaikan lagi ke Pak Raoul. Yaudah Yan, kasih aja deh," ucap Yani.
Yani pun diminta mengambil uang sebesar Rp 300 juta. Atas perintah Raoul, dia lalu menukar uang itu menjadi pecahan dolar Singapura sebanyak Sin$ 30 ribu. Selanjutnya, Raoul memintanya untuk membagi uang tersebut ke dalam dua amplop. Masing-masing berisi Sin$ 25 ribu dan Sin$ 3 ribu.
Suap ini bermula dari adanya gugatan wan prestasi yang dilayangkan PT Mitra Maju Sukses kepada PT Kapuas Tunggal Persada. Raoul Adithya Wiranatakusumah, kuasa hukum tergugat, berniat menyuap hakim untuk memenangkan gugatan itu.
Dia pun menghubungi Santoso untuk meminta bantuan, dan menjanjikan uang Sin$ 25 ribu untuk hakim serta Sin$ 3 ribu untuk Santoso. Raoul kerap menyuruh Yani mengomunikasikan perkara. Staf legal Kantor Hukum Wiranatakusumah Ahmad Yani mengaku menyuap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santoso sebesar Sin$ 28 ribu atau sekitar Rp 260 juta. Dia memberikan uang itu untuk memenangkan perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Surat dakwaan Yani menyebutkan hakim yang menangani perkara perdata PT Mitra Maju Sukses dan PT Kapuas Tunggal Persada adalah Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya. Kedua hakim itu disebut telah menyepakati pemberian uang untuk memenangkan perkara. Mendengar isi putusan majelis hakim yang disampaikan Santoso, Raoul merasa keberatan. "Kata Pak Raoul, itu bukan menang. Katanya masih bisa digugat lagi," ujar Yani.
"Saya cuma tanya bagaimana perkembangan. Monitor. Udah siapkan aja uangnya," ujar Yani. Dia menuturkan untuk beberapa lama, belum ada info terbaru. Hingga pada 30 Juni 2016, dia mendapat pesan pendek dari Santoso yang mengabarkan pihaknya memenangkan perkara. Dia pun memberitahu Raoul.
Menurut Yani, uang sebesar Sin$ 28 ribu itu diserahkan atas permintaan Santoso. Dia mengatakan Santoso kerap menghubunginya seusai kliennya memenangkan gugatan. "Uang itu diserahkan di depan kantor Menteng," kata Yani saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 24 Oktober 2016.